Enang Cuhendi
Jambi, 5 Mei 2018, siang itu di
saat seminar berlangsung suhu udara Kota Jambi memang sangat panas. Menurut
informasi suhu mencapai 340 C dan katanya ini merupakan suhu
terpanas yang pernah ada di Jambi. Duduk di deretan kursi paling depan dengan
diiringi hembusan angin dari samping yang berasal dari blower akhirnya membuat mata terkantuk-kantuk. Hal yang sama juga
dirasakan Pak Ketum yang duduk di samping penulis. Posisi duduknya sudah mulai
tidak stabil. Entah berapa saat kami pun sempat terlelap dan tidak mampu lagi
mendengar apa yang ada di sekeliling.
Begitu sadar kami
saling berbisik untuk mencari minuman yang bisa mengurangi rasa ngantuk.
Pikiran pun tertuju pada kopi. Tapi kemana harus mencari sebab panitia tidak
menyediakannya. Akhirnya kami pergi keluar ruangan dan duduk di bawah pohon
sambil ngobrol dengan rekan-rekan panitia. Obrolan pun akhirnya berujung pada
upaya untuk mendapatkan secangkir kopi. Akhirnya berkat kebaikan kawan-kawan
panitia kami bisa menikmati kopi yang
kental dan manis yang tersaji di teko.
Sebenarnya sudah
lebih dari setahun terakhir penulis menghindar untuk meminum kopi dengan gula.
Kopi yang biasa dinikmati cukup kopi murni tanpa gula. Walau pahit tapi sehat.
Akan tetapi demi menghormati kebaikan teman-teman, penulis menikmati kopi yang
ada.
Kopi yang
disajikan memang kopi murni khas Jambi. Kopi ini ber-merk dagang “AAA”. Di stand bazzar di ruang seminar sebenarnya ada
stand kopi AAA, tapi kopi gratisan ternyata lebih terasa nikmat, hehehe ....
Berbicara
tentang kopi, Jambi sebenarnya tidak dikenal ulung dalam dunia perkopian
seperti halnya Jawa yang terkenal dengan
kopi Jawa-nya, Aceh terkenal dengan kopi Gayo, Sulawesi dikenal dengan kopi Toraja,
Papua terkenal kopi Wamena, dan lainnya. Jambi lebih dikenal dengan kelapa
sawit dan karetnya. Coffee shop juga
masih jarang di Jambi. Walau behitu Jambi punya beberapa daerah penghasil biji
kopi pilihan untuk jenis arabika, robusta dan liberika.
Sebagaimana
dikutip dari www.antaranews.com menurut Dinas Perkebunan Jambi luas
perkebunan kopi di luar kawasan hutan mencapai 26 hektar. Sedangkan kalau
ditotal dengan yang berada di kawasan hutan mencapai 120 hektar. Perkebunan
kopi yang di luar hutan bisa ditemui di wilayah Tanjung Jabung Timur, Tanjung
Jabung Barat, Kerinci, Merangin dan Sungaipenuh. Jenis kopi yang ditanam
meliputi jenis robusta, arabica dan leberika. Uniknya Jambi menjadi
satu-satunya provinsi yang mampu menghasilkan tiga varietas yang berbeda. Jenis
Arabica tumbuh di wilayah Kerinci dan Sungai Penuh, Robusta di Merangin dan
Liberika di Tungkal.
Salah satu merk
Kopi Jambi tertua yang ada dipasaran adalah merk
“AAA”. Pertama kali mengenal kopi Jambi “AAA” ketika kepala sekolah memberi 250 gram kopi
ini sekitar setahun yang lalu. Cita rasanya memang khas. Bagi yang belum biasa
memang agak pahit.
Kopi Bubuk “AAA”
Jambi adalah salah satu usaha kopi di Kota Jambi yang sedang mengalami
perkembangan. Terbukti dengan Kopi Bubuk “AAA” yang hanya diproduksi di Kota Jambi masih
berkembang sejak tahun 1965 hingga sekarang dengan mengalami fase persaingan
yang sangat ketat dengan produk kopi lainnya yang berada di Jambi. Kopi “AAA” diproduksi oleh Perusahaan Kopi Bubuk NEFO
Jambi – Indonesia. Sebagai pemilik, Bapak Hidayat berusaha untuk membuat nama
khas dari Kopi AAA ini menjadi lebih dikenal di kota-kota sekitar Jambi. Produk
Kopi “AAA” khas Jambi ini sebenarnya
sudah terkenal ke berbagai kabupaten dan kota dengan ciri khas kopi dengan
tekstur dan bewarna hitam pekat, rasanya lebih pahit dan aroma harum alami dan
wangi kopi yang baru ditumbuk.
Sejak keberangkatan dari
rumah menuju Jambi kopi “AAA” sudah menjadi incaran penulis. Alhamdulillah keinginan pun terwujud.
Bahkan lebih dari itu berawal dari segelas kopi hitam Jambi persahabatan dan
kebersamaan antara guru IPS Jabar dengan Jambi menjadi semakin kokoh. Semoga!
Dikutip dari FKGIPS Jabar, 2018, Setapak Jejak di Tanah Jambi, Bandung, MG Publisher.