Oleh
Junrotun(SMPN 13 Muaro Jambi)
Jika pengalaman adalah salah satu guru yang terbaik,
maka menjadi seorang guru adalah salah satu pengalaman yang terbaik
Menjadi guru adalah profesi dengan panggilan jiwa. Jiwa yang siap
dengan kerepotan administrasi dan permasalahan semua siswa. Walau begitu menjadi guru kita akan menjadi kaya
pengalaman yang berharga. Setiap hari berinteraksi dengan siswa yang memiliki
latar belakang yang berbeda. Ada siswa
yang cerdas dalam pengetahuan, tetapi ketika berhadapan dengan mapel olahraga seperti bola besi
yang dilempar ke air. Tenggalam, kaku dan tidak bisa berbuat apa-apa.
Sebaliknya ada siswa yang sangat menyukai olah raga dan menggemari kegiatan
fisik di lapangan, tetapi untuk duduk di kelas agar bisa belajar dengan
tertib seperti cacing kepanasan. Ada juga yang hanya tertarik dengan angka
ketika berhadapan dengan mapel IPS, dahinya berkerut kebingungan.
Bermacam-macam karakteristik anak, bermacam pula cara kita menghadapinya.
Saya adalah seorang guru IPS di SMPN 13 Muaro jambi. Sekolah yang
berjarak sekira 2 jam perjalanan ke ibukota provinsi Jambi
dan berjarak sekira 3 jam dari ibukota
kabupaten Muaro Jambi. Ini bukan salah tulis, memang beginilah kondisi kami.
Saya tidak akan bercerita tentang jarak, karena saya akan bercerita tentang pengalaman
menjadi guru IPS.
IPS terkenal dengan mapel “hapalan”, membuat mengantuk, membosankan.
Sebagian siswa saya dulu beranggapan begitu. Untuk merubah stigma tersebut,
saya berusaha menciptakan pembelajaran yang menyenangkan. Setelah saya
melakukan sedikit riset ditemukan fakta bahwa ternyata siswa-siswa lebih
menyukai pembelajaran yang diselipi dengan permainan.
Saya melakukan permainan ular tangga untuk materi Hindu Budha
dikelas VII A yang terdiri dari 26 siswa. Kegiatan pembuka sama seperti
pembelajaran lainnya. Rupanya ada 1 orang siswa yang tidak masuk karena sakit.
Kegiatan inti berlangsung dengan tahap eksplorasi. Pada tahap eksplorasi
berjalan seperti biasa, siswa bekerja dalam kelompoknya untuk menyelesaikan
LKS. Tahap yang menarik adalah saat bermain ular tangga. Mereka sudah familiar
dengan permainan ular tangga, tangga untuk naik dan ular untuk turun. Mereka
duduk dalam kelompok yang terdiri 5 orang dan mengocok dadu untuk menentukan
giliran. Berbeda dengan ular tangga biasa, setelah mereka mengocok dadu untuk menjalankan
poin mereka harus mengambil kartu soal dan menjawab pertanyaannya. Kemudian di
cocokkan dengan kartu jawaban, jika benar mendapat poin 100 dan jika salah
poinnya berkurang 50. Poin dituliskan dalam lembar nilai yang sudah disiapkan.
Untuk lebih memeriahkan suasana, di antara kartu soal
diselipkan kartu bonus dan kartu denda. kartu bonus isinya adalah bonus poin
100, sedangkan kartu denda isinya adalah hukuman yang harus dilakukan siswa.
Misalnya menyanyikan lagu wajib di depan kelas, memungut 5 sampah dan lain-lain.
Kelas pun menjadi sangat heboh dan riuh. Ada yang histeris karena
jawabannya salah sehingga poinnya berkurang, ada juga yang melompat kegirangan
karena jawabannya tepat. Di depan kelas ada siswa yang malu-malu menyanyikan
lagu “Padamu
negeri”,
sedangkan di luar kelas ada siswa yang menggerutu karena mendapat kartu denda mengambil
5 sampah. Beberapa siswa berteriak kecewa saat dadu mereka berhenti di ular
yang menandakan mereka harus turun. Dinamika ekspresi yang sangat menyenangkan
untuk dilihat. Walaupun tak jarang guru di kelas sebelah mampir untuk melihat
apa yang terjadi di kelas tersebut.
Kejadian kurang menyenangkan adalah saat kelompok terlibat adu mulut. Dua siswa berbeda pendapat
tentang angka pada dadu. Keduanya bersikeras pendapat mereka adalah yang benar.
Guru mengambil keputusan untuk mengulang pengocokan dadu dan meminta siswa yang
lain agar mengkuti permainan dengan lebih cermat agar tidak terjadi
kesalahpahaman lagi. Seperti anak-anak yang lain, mereka pun dengan cepat melupakan
perselisihan tersebut. Permainan pun dilanjutkan sampai selesai. Pemenang di
dapat dari setiap kelompok. Senyum manis terpancar dari raut para juara ketika
mereka di panggil ke depan kelas. Mereka mendapat bingkisan kecil yang sudah
dipersiapkan guru sebelumnya. Bingkisan yang tak berharga namun tetap membuat
bangga. Waktu dua jam pelajaran berlangsung dengan singkat.
Ketika permainan berlangsung, peran guru hanya memantau jalannya
permainan agar berlangsung dengan lancar. Sesekali guru mengingatkan siswa agar
tidak bersuara terlalu lantang ketika mengekpresikan perasaannya. Sebagai guru
tidak jarang saya ikut tertawa melihat tingkah konyol mereka. Kebahagiaan kecil
yang didapat seorang guru adalah saat muri-siswanya tersenyum senang saat
belajar. Kebahagiaan lebih besar saat mereka bertanya “Bu, besok kita main lagi, ya?” InshaAllah di waktu akan datang
akan dicoba berbagai jenis permainan menarik lainnya.
Pernah suatu kali ada yang bertanya”motivasi apa yang bisa membuat
guru agar selalu semangat mengajar “? Jawaban dari seseorang yang ditanya,
memberikan jawaban berupa pertanyaan kembali, namun tak membutuhkan jawaban.
“ketika bertahun-tahun lamanya telah berlalu dan ada siswa yang selalu ingat
akan apa yang telah gurunya lakukan, dan ajarkan untuk kebaikan, lalu motivasi
apa lagi yang dibutuhkan oleh seorang guru ?” Semoga kita semua menjadi guru
yang bisa dirindukan, menginspirasi dan selalu memotivasi siswa-siswa.