Oleh:
Sulistyowati*)
Pendahuluan
Pembelajaran
IPS di sekolah belum sepenuhnya melaksanakan dan membiasakan pengamalan
nilai-nilai kehidupan, sosial kemasyarakatan dengan melibatkan peserta didik
dan komunitas sekolah dalam berbagai aktifitas kelas dan sekolah. Selain itu
dalam pembelajaran IPS lebih menekankan pada aspek pengetahuan, fakta dan konsep-konsep
yang bersifat hafalan belaka. Inilah yang dituding sebagai kelemahan atau
masalah yang menyebabkan kegagalan pelajaran IPS di sekolah – sekolah Indonesia.
Sebetulnya proseslah
yang sangat penting dan harus dikuatkan dalam pembelajaran IPS. Karena dengan
proses peserta didik diharapkan memperoleh pengetahuan, pengalaman-pengalaman
dalam menggunakan pengetahuan tersebut dalam kehidupan, termasuk mempraktekkan berpikir
dan pemecahan masalah dalam kehidupan nyata. Para pendidik bahkan orang tua dan
masyarakat masih beranggapan bahwa nilai/angka lebih penting & menunjukan
keberhasilan dalam belajar. Kenyataanya para peserta didik yang memiliki nilai
kognisi tinggi seringkali lemah dalam implementasi pengetahuannya terutama di
bidang spiritual, afeksi dan mentalitas. Buktinya makin meningkatnya masalah
sosial/remaja, kriminalitas dan rendahnya kreatifitas serta daya juang. Inilah
yang selalu menjadi PR dan masalah kita bersama yang masih sangat kabur
jawabannya.
Kurikulum
IPS
Konsep IPS untuk pertama kalinya
masuk ke dalam dunia persekolahan terjadi pada tahun 1972-1973, yakni dalam
Kurikulum Proyek Perintis Sekolah Pembangunan (PPSP) IKIP Bandung. Dalam
Kurikulum SD 8 tahun PPSP digunakan istilah “Pendidikan Kewargaan Negara/Studi
Sosial” sebagai mata pelajaran sosial terpadu. Dalam Kurikulum tersebut
digunakan istilah Pendidikan Kewargaan negara yang di dalamnya tercakup Sejarah
Indonesia, Ilmu Bumi Indonesia, dan Civics yang diartikan sebagai Pengetahuan
Kewargaan Negara.
Dalam Kurikulum 1975 pendidikan IPS
menampilkan empat profil yakni: (1) Pendidikan Moral Pancasila menggantikan
Pendidikan Kewargaan Negara sebagai suatu bentuk pendidikan IPS khusus yang
mewadahi tradisi citizenship transmission;
(2) pendidikan IPS terpadu untuk SD; (3) pendidikan IPS terkonfederasi untuk
SMP yang menempatkan IPS sebagai konsep payung yang menaungi mata palajaran geografi,
sejarah, dan ekonomi koperasi; dan (4) pendidikan IPS terpisah-pisah yang
mencakup mata pelajaran sejarah, geografi, dan ekonomi untuk SMA, atau sejarah
dan geografi untuk SPG.
Bila disimak dari perkembangan
pemikiran pendidikan IPS yang terwujudkan dalam Kurikulum sampai dengan
dasawarsa 2000-an ini pendidikan IPS di Indonesia mempunyai dua konsep
pendidikan IPS, yakni: pertama,
pendidikan IPS yang diajarkan dalam tradisi citizenship
transmission dalam bentuk mata pelajaran Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan
dan Sejarah Nasional; kedua,
pendidikan IPS yang diajarkan dalam tradisi sosial
science dalam bentuk pendidikan IPS terpisah dari SMU, yang terintegrasi di
SLTP dan di SD.
Dilihat dari perkembangan pemikiran
yang berkembang di Indonesia sampai saat ini pendidikan IPS terpilah dalam dua
arah, yakni: Pertama, PIPS untuk
dunia persekolahan yang pada dasarnya merupakan penyederhanaan dari ilmu-ilmu
sosial, dan humaniora, yang diorganisasikan secara psiko-pedagogis untuk tujuan
pendidikan persekolahan; kedua, PDIPS
untuk perguruan tinggi pendidikan guru IPS yang pada dasarnya merupakan penyeleksian
dan pengorganisasian secara ilmiah dan meta psiko-pedagogis dari ilmu-ilmu
sosial, humaniora, dan disiplin lain yang relevan, untuk tujuan pendidikan
Apakah Kurikulum IPS Harus Disesuaikan dengan Tuntutan
Global di Era Now?
Dalam standar kompetensi mata pelajaran Pengetahuan Sosial Depdiknas (2003:5) dinyatakan ”melalui mata
pelajaran Pengetahuan Sosial, peserta didik
diarahkan, dibimbing dan dibantu untuk menjadi warga negara Indonesia dan warga dunia yang baik”.
Menjadi warga negara dan warga dunia yang baik merupakan tantangan yang berat. Masyarakat global selalu mengalami perubahan yang pesat setiap saat. Untuk itulah Pengetahuan Sosial harus dirancang guna membangun dan merefleksikan kemampuan peserta didik dalam kehidupan masyarakat
yang selalu berubah dan berkembang secara terus menerus.
Perubahan-perubahan
yang terjadi sebagai dampak kemajuan IPTEK, serta dengan masuknya arus globalisasi membawa pengaruh yang
multidimensional. Di bidang pendidikan perubahan ini dituntut oleh kebutuhan peserta
didik, masyarakat, dan lapangan kerja. Salah satu bentuk
perubahan yang dituntut dari kurikulum IPS adalah menyesuaikan dengan perubahan
yang terjadi secara global.
Karena itu
melalui jalur pendidikan IPS, sejak dini peserta didik sudah harus dibiasakan
berpikir global, melihat segala sesuatu dengan perspektif global. Menurut
Nursid Sumaatmadja dan Kuswaya Wihardi, (1999:14) yang dimaksud dengan perspektif
global adalah suatu cara pandang atau cara berfikir terhadap suatu masalah,
kejadian atau kegiatan dari sudut pandang global, yaitu dari sisi kepentingan
dunia atau internasional. Oleh karena itu sikap dan perbuatan kita juga
diarahkan untuk kepentingan global. Globalisasi juga melahirkan masyarakat
terbuka, yang memberikan nilai kepada individu, kepada hak dan kewajiban
sehingga semua manusia mempunyai kesempatan yang sama untuk mengembangkan
potensinya dan menyumbangkan kemampuannya bagi kemajuan bangsa.
Landasan
pemikiran lainnya adalah karena bumi tempat yang kita huni adalah planet yang
sangat unik dan berharga. Untuk itulah manusia harus menunjukkan apresiasi yang
tinggi dengan penuh pengertian, atensi mengenai subsistem bumi
dan dengan perilaku yang penuh tanggung jawab untuk kelestariannya.
Problema Pembelajaran IPS
Menurut Sapriya (2009) pada hakekatnya pembelajaran IPS di sekolah (SMP)
yang bersifat terpadu (integrated) bertujuan agar mata pelajaran ini
lebih bermakna bagi peserta didik sehingga pengorganisasian materi/bahan
pelajaran disesuaikan dengan lingkungan, karakteristik, dan kebutuhan peserta
didik. Sehingga peserta didik dapat menguasai dimensi-dimensi pembelajaran IPS di
sekolah, yaitu: menguasai pengetahuan (knowledge), keterampilan (skills),
sikap dan nilai (attitudes and values), dan bertindak (action)”
(Sapriya, 2009).
Oleh karena itu
mata pelajaran IPS, menurut Sapriya (2009) merupakan seleksi dan integrasi dari
disiplin ilmu-ilmu sosial dan disiplin ilmu-ilmu lain yang relevan, dikemas
secara psikologis, ilmiah, pedagogis, dan sosio-kultural untuk tujuan
pendidikan. Untuk memahami masalah pendidikan IPS seseorang hendaknya memiliki
pemahaman yang baik tentang disiplin ilmu-ilmu sosial yang meliputi struktur,
ide fundamental, pertanyaan pokok (mode of inquiry), metode yang
digunakan dan konsep-konsep setiap disiplin ilmu, disamping pemahamannya
tentang prinsip-prinsip kependidikan dan psikologis serta permasalahan sosial”.
Menyadari akan
hal di atas, maka sesungguhnya pembelajaran IPS yang bersifat terpadu di
sekolah-sekolah tidak ada masalah, terutama tingkat satuan pendidikan SMP,
walaupun guru IPS yang ada kurang atau tidak tersedia semua guru yang memiliki
spesialisasi pendidikan yang lengkap. Misalnya di suatu sekolah hanya tersedia
guru IPS dari spesialisasi keahlian pendidikan sejarah atau pendidikan geografi
saja, sedangkan yang berasal dari spesialisasi keilmuan pendidikan ekonomi dan
sosiologi tidak ada. Hal ini seyogyanya bukan menjadi masalah apabila tenaga
guru yang ada memiliki pemahaman yang baik tentang disiplin ilmu-ilmu sosial,
bukan hanya paham terhadap bidang keilmuan yang menjadi spesialisasinya semata.
Guru IPS dituntut tidak saja perlu menguasai keterampilan atau kiat untuk
mendidik dan mengajar, tetapi juga memiliki wawasan vertikal - wawasan yang mendalam dan reflektif tentang bidang studi yang diajarkannya,
dan wawasan horizontal - wawasan yang
melebar yakni ramah terhadap konsep-konsep, proposisi-proposisi, dan
teori-teori ilmu sosial ataupun ilmu-ilmu budaya, bahkan juga ekologi”
(Atmadja, 1992). Dengan kata lain, guru IPS harus memiliki kemampuan untuk
merancang dan melaksanakan program pembelajaran secara terpadu diorganisasikan
dengan baik, kontektual serta secara terus menerus
menyegarkan, memperluas dan memperdalam pengetahuan tentang ilmu-ilmu sosial
dan nilai-nilai kemaunisaan, singkatnya
terus menyegarkan khasanah ilmunya dengan selalu menguatkan literasinya melalui
berbagai dimensi.
Untuk menuju ke
arah itu, hendaknya guru IPS memahami, melaksanakan dan memegang teguh tentang
landasan-landasan pendidikan IPS, yang terdiri dari: ”landasan filosofis,
ideologis, sosiologis, antropologis, kemanusian, politis, psikologis, dan
landasan religius” (Sapriya, 2009). Oleh karena itu, setiap guru IPS dituntut
untuk mampu menguasai dan melaksanakan pendekatan yang mampu mendorong dan
mengantarkan peserta didik untuk memperoleh integrasi dari nilai-nilai secara
utuh dan bermakna, dari masa lampau sampai masa kini dalam pembelajaran IPS
yang mereka terima. Ini berarti mengandung maksud, bahwa dalam proses
pembelajaran IPS harus menerapkan pendekatan terpadu (Depdiknas, 2006) atau
pendekatan multidimensional (Atmadja, 1992), disebut pula dengan pendekatan interdisipliner
(Dipdiknas, 2006).
Adapun yang
dimaksud dengan pendekatan terpadu secara lebih lengkap, sebagaimana terdapat
dalam buku Depdiknas (2006), bahwa :
“Model pembelajaran terpadu pada hakikatnya merupakan suatu pendekatan
pembelajaran yang memungkinkan peserta didik baik secara individual maupun
kelompok aktif mencari, menggali, dan menemukan konsep serta prinsip secara holistik dan otentik. Melalui pembelajaran
terpadu peserta didik dapat memperoleh pengalaman langsung, sehingga dapat
menambah kekuatan untuk menerima, menyimpan, dan memproduksi kesan dan pesan
tentang hal-hal yang dipelajarinya. Dengan demikian, peserta didik terlatih
untuk dapat menemukan sendiri berbagai konsep yang dipelajari secara holistik,
bermakna, otentik, dan aktif. Cara pengemasan pengalaman belajar yang dirancang
guru sangat berpengaruh terhadap kebermaknaan pengalaman bagi para peserta
didik. Pengalaman belajar lebih menunjukkan kaitan unsur-unsur konseptual
menjadikan proses pembelajaran lebih efektif. Kaitan konseptual yang dipelajari
dengan sisi bidang kajian yang relevan akan membentuk skema (konsep), sehingga
peserta didik akan memperoleh keutuhan dan kebulatan pengetahuan. Perolehan
keutuhan belajar, pengetahuan, serta kebulatan pandangan tentang kehidupan dan
dunia nyata hanya dapat direfleksikan melalui pembelajaran terpadu.”
Materi Apa yang Diperlukan dalam Perubahan Global di Era Now?
Tujuan bidang
studi IPS tidak berfokus pada penguasaan materi IPS semata melainkan menitikberatkan pada penguasaan kecakapan proses, yang diunjukkerjakan dalam
bentuk verbal (verbal performance), sikap (attitudinal performance),
dan perbuatan (physicala performance), atau adanya integrasi antara
afektif, kognitif dan motorik (Suderadjat, 2003:47).
Materi IPS dalam
pembelajaran haruslah memiliki kualitas untuk
dapat bersaing secara Internasional, dengan memperhitungkan
kemungkinan-kemungkinan apa yang akan terjadi di era globalisasi. Untuk itu dapat dikembangkan kompetensi, dalam
hal ini (PIPS), dikembangkan kompetensi sosial, yang dapat mempersiapkan
peserta didik untuk mampu hidup dengan berbagai keterampilan dan kecakapan (life
skills), sehingga mampu bersaing dan menjadi pemenang dalam persaingan
global, tanpa harus kehilangan jati diri, dan lepas dari nilai-nilai luhur budaya bangsanya.
Perlunya
pendidikan IPS yang berkualitas internasional, seperti yang dikatakan oleh Alvin Tofler ”kita harus berfikir
global, dan bertindak lokal”. Globalisasi merambah ke semua penjuru dunia,
tidak dapat kita bendung, dan kita harus masuk, ikut serta di dalamnya
bertarung untuk menjadi pemenang (winner). Oleh karena itu, Pendidikan
IPS juga harus mempersiapkan kompetensi sosial bagi para peserta didiknya.
Materi pendidikan IPS yang berwawasan global tersebut, diantaranya adalah
tentang:
a. Kesadaran diri sebagai Makhluk Tuhan, eksistensi, potensi dan jati diri sebagai warga dari
sebuah bangsa yang berbudaya dan bermartabat sederajat dengan bangsa lain di
dunia.
b. Kecakapan
berfikir seperti kecakapan:berfikir
kritis, menggalli informasi, mengolah informasi, mengambil keputusan, dan
memecahkan masalah.
c. Kecakapan
akademik tentang ilmu-ilmu sosial,
seperti memahami fakta, konsep dan generalisasi tentang sistem sosial budaya,
lingkungan hidup, perilaku ekonomi dan kesejahteraan, serta tentang waktu dan
keberlanjutan perubahan yang terjadi di dunia.
d. Mengembangkan social skills dengan maksud supaya pada masa
datang kita tidak hanya menjadi objek penguasaan globalisasi belaka.
Keterampilan sosial yang perlu
dimiliki oleh peserta didik adalah keterampilan memperoleh informasi,
berkomunikasi, pengendalian diri, bekerjasama, menggunakan angka, memecahkan
masalah, serta keterampilan dalam membuat keputusan.(Marsh Colin dalam Nana
Supriatna, 2002:15)
Sedangkan
keterampilan sosial yang telah dikembangkan oleh National Council for The Sosial
Studies (NCSS, 1984:249) adalah keterampilan
dalam memperoleh informasi, dan keterampilan yang berkaitan dengan hubungan
sosial serta partisipasi dalam masyarakat.
Keterampilan
sosial seperti ini nampaknya relevan untuk dikembangkan dalam kurikulum
Pendidikan IPS di Indonesia, agar kelak para peserta didik dapat hidup sebagai
warga masyarakat, warga negara dan warga dunia yang dapat berperan dalam
masyarakatnya maupun dunia, tentunya mereka sebagai Pemain dan pemenang
bukan Penonton
yang dipecundangi!!!
Bagaimana Mengajarkannya?
Terdapat
beberapa strategi dalam mengajarkan keterampilan sosial kepada peserta didik
melalui IPS, diantaranya adalah cooperative learning, konstruktivistik, dan
inquiry.(Nana Supriatna 2002:276).
a.
Cooperative
Learning, dengan model pembelajaran cooperative
learning. Pelajaran IPS tidak hanya menghafal fakta, konsep, dan pengetahuan yang
bersifat kognitif rendah lainnya serta guru sebagai satu-satunya sumber
informasi melainkan akan membawa siswa untuk berpartisipasi aktif, karena
mereka akan diminta melakukan berbagai tugas seperti bekerja secara kelompok,
melakukan inkuiri dan melaporkan hasil kegiatannya kepada kelas. Itulah yang
diungkapkan Wiraatmadja (2002:277) bahwa model pembelajaran cooperative
learning merupakan model pembelajaran yang relevan dengan apa yang
menjadi tujuan pembelajaran. Karena salah satu aspek dari kemahiran mengajar
guru IPS yang dituntut untuk ditingkatkan dengan masuknya arus globalisasi.
b.
Konstruktivisme
menempatkan peserta didik sebagai mitra pembelajaran dan pengembang materi pembelajaran dapat
digunakan oleh guru IPS dalam mengembangkan keterampilan sosial. Guru IPS yang
konstruktivistik haru dapat memfasilitasi para peserta didiknya dengan kesempatan berlatih dalam mengklasifikasi, menganalisis dan
mengolah informasi berdasarkan sumber-sumber yang mereka terima. Guru juga
harus membiasakan peserta didik untuk
memprediksi aspek kognitif peserta didik yang
dikembangkan tidaak hanya dalam keterampilan mengahapal dan mengingat melainkan
juga menganalisis, memprediksi, dan mengevaluasi informasi yang mereka terima.
c.
Inquiry, mengembangkan kemampuan peserta didikuntuk
memikirkan secara sungguh-sungguh dan terarah dan merefleksikan hakekat sosial
kehidupan khususnya kehidupan peserta didik sendiri dan
arah kehidupan masyarakat dalam upaya memecahkan masalah-masalah sosial.
Kegiatan pembelajaran ilmu-ilmu sosial agar menjadi berdaya apabila proses pembelajarannya bermakna (meaningfull)
yang dikutip dari Rudy Gunawan (2011:69) dalam Wiraatmadja (2002:305-306),
yaitu:
- Peserta didik belajar menjalin pengetahuan, keterampilan, kepercayaan, dan sikap yang mereka anggap berguna bagi kehidupannya di sekolah atau di luar sekolah.
- Pengajaran ditekankan kepada pendalaman gagasan-gagasan penting yang terdapat dalam topik-topik yang dibahas, demi pemahaman. Apresiasi dan aplikasi peserta didik siswa.
- Ditekankan kepada bagaimana cara penyajian dan dikembanhgkannya melalui kegiatan aktif.
- Interaksi di dalam kelas difokuskan pada topik-topik terpilih dan bukan pada pembahasan sekilas sebanyak mungkin materi.
- Difokuskan pada perhatian peserta didik terhadap pikiran-pikiran atau gagasan-gagasan penting terpateri tentang hal yang mereka pelajari.
- Guru hendaknya berfikir reflektif dalam melakukan perencanaan/persiapan, pembelajaran, dan Assessment pembelajaran.
Kesimpulan
Di zaman Now arus globalisasi terus bergulir yang
ditandai dengan perubahan serba cepat dan instan, dengan ciri makin kaburnya
ruang & waktu antar wilayah seluruh dunia. Perubahan- perubahan yang
terjadi sebagai dampak kemajuan iptek, serta dengan masuknya arus globalisasi,
membawa pengaruh yang multidimensional. Dengan bahasa populer “pada jaman batu yang menang yang kuat tetapi
di zaman Now ini pemenangnya yang cepat, kreatif dan Inovatif”. Di bidang
pendidikan perubahan dituntut oleh kebutuhan peserta didik, masyarakat, dan
lapangan kerja. Salah satu bentuk perubahan yang dituntut dari kurikulum IPS
adalah menyesuaikan dengan perubahan yang terjadi secara global tersebut.
Sehingga sejak dini peserta didik sudah dibiasakan melihat, memahami,
menganalisis, merefleksikan, memprediksi berbagai fenomena yang terjadi secara
global.
Tidak bisa dipungkiri dalam maraknya arus informasi pada masa now
ini, guru bukan lagi satu-satunya sumber informasi tetapi merupakan salah satu
sumber informasi. Untuk itu, guru akan lebih tetap berperan sebagai pendidik
sekaligus berperan sebagai manager atau fasilitator pendidikan, sehingga guru
harus sanggup merencanakan, melaksanakan dan mengawasi sumber daya pendidikan
agar supaya peserta didik dapat belajar secara produktif. Abad XXI Era Now ini menuntut peran guru yang semakin tinggi dan
optimal. Sebagai konsekuensinya, guru yang tidak bisa mengikuti perkembangan
alam dan zaman akan semakin tertinggal sehingga tidak bisa lagi memainkan
perannya secara optimal dalam mengemban tugas dan menjalankan profesinya.
Marilah terus mereformasi diri dan
meningkatkan khsanah kecerdasan agar dapat melayani dan mengantarkan peserta
didik menjadi manusia paripurna sesuai dengan Visi dan Misi Pendidikan
Nasioanal. Dengan presfektif global, peserta didikdiharapkan mampu melihat dunia
beserta penduduknya dengan, pengertian, atensi dan kepedulian untuk ikut
bertanggung jawab terhadap berbagai kebutuhan hidup penduduk dunia dan
komitmen untuk menyelesaikan permasalahan dunia dengan adil dan damai serta
bertanggung jawab. Perlu diingat “Pembelajaran
di kelas ikut menentukan masa depan bangsa” dampaknya tidak hari ini. Selamat
Berkreatifitas kepada semua sahabat tuk menjadi pemenang & sumber inspirasi
bagi siapapun khususnya bagi anak didik tercinta sebagai calon Generasi Emas
Indonesia. Salam sukses Bersama Allah SWT. Pasti bisa! Semoga tulisan ini bermanfaat serta menambah khasanah
kecerdasan kita. “Salam IPS Tetap Jaya Generasi Emas untuk Indonesia”.
DAFTAR PUSTAKA
Sapriya, 2009 Pendidikan IPS
Konsep dan Pembelajaran, Bandung : Penerbit : PT Rosdakarya.
Supriatna,
Nana., 2002, Mengajarkan Keterampilan Sosial yang diperlukan Siswa Memasuki
Era Global, JPIS No.19
Sulistyowati.
2014. Penggunaan Work sheet Untuk
Meningkatkan Aktivitas Belajar Siswa Kelas IX B Pada Materi Perubahan Sosial
Budaya di SMPN I Pujon. PTK tidak diterbitkan. Malang: SMPN 1 Pujon
Wahab, Abdul
Aziz., 2009, Metode dan Model-model Mengajar IPS, Bandung: alfabet
*)
SMPN 1 Pujon – Kab. Malang-Jawa Timur
NAMA : SULISTYOWATI, S.Pd, M.Pd
UNIT
KERJA : SMPN 01 PUJON
AL.
KANTOR : JL. PONDOK ASRI 83 PUJON
AL.
RUMAH : JL RAYA 543, RT.30 - RW.14. LEBAKSARI
NGROTO – KEC. PUJON.
NO. HP. :
085852404655