
oleh :
Handoko Santoso, S.Pd., M.Si.
(SMP Kristen Anak Bangsa, Surabaya)
Pendahuluan.
Kebijakan Donald Trump Presiden USA
menerapkan proteksi dan subsidi bagi negara serta Inggris melakukan Brexit
dengan Uni Eropa merupakan kebijakan yang patut ditiru oleh negara seperti
Indonesia. Kita membutuhkan pemimpin yang mampu menerapkan proteksi dan subsidi
kita belajar dari negara besar yang menerapkan mekanisme pasar dan ekonomi
pasar, akhirnya mereka mengalami Resesi ekonomi.
Kebijakan pemerintah merupakan hal
penting dalam mejalankan roda perekonomian di Indonesia. Kita harus memahami
maksud dari pendiri negara ketika mereka membuat UUD 1945 dan disitu jelas
dalam pasal 33 ayat (1) Perekonomian disusun sebagai
usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan.(2) Cabang-cabang produksi yang
penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orangbanyak dikuasai oleh
negara.(3) Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai
oleh negara dandipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.
Ketika kebijakan pemerintah melenceng dari pasal 33 UUD 1945, maka timbulah
masalah dalam bidang ekonomi, sosial, politik.
Dalam UUD 1945 dikatakan ayat kedua cabang-cabang produksi yang penting bagi
negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara. Dan
ayat ke tiga dikatakan Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai
oleh negara dandipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.
Sebenarnya inilah kunci bagi pembuat kebijakan negara untuk memahami kunci
keberhasilan yang sudah diberikan oleh pendiri negara kepada kita. Kebijakan BBM, kebijakan LPG, kebijakan TDL
listrik harus mengacu pada pasal 33 UUD 1945. Karena ketiganya tadi adalah
barang in elastis dimana tidak ada barang substitusi dan barang komplementer
sehingga kita harus memahami setiap perubahan dari harga ketiga barang diatas sangat besar pengaruhnya bagi
ekonomi Indonesia.
Kebijakan menaikkan harga BBM jelas tidak masuk akal ditengah harga minyak mentah sedang turun di bawah 40
dollar, dengan dalih mengalihkan subsidi BBM ke infrastruktur. Subsidi BBM
tetap hal yang paling krusial bagi ketahanan ekonomi suatu negara, untuk menuju
negara makmur.
Kaum kapitalis berpikir klasik untuk jangka panjang, tetapi kita pernah
diingatkan Keynes yang menyatakan bahwa kita semua sudah mati saat tujuan
jangka panjang itu tercapai. Percuma BBM dinaikkan kalau dalam jangka panjang
semua rakyat sudah mati tercekik himpitan ekonomi sehingga mati tenggelam. Kenaikkan
harga BBM berpengaruh pada kenaikkan semua barang, termasuk barang kebutuhan
pokok yang pada akhirnya menurunkan daya beli dan harga barang semakin mencekik
leher masyarakat.
Dulu rakyat dipaksa melakukan konversi dari minyak tanah ke LPG, lalu
pemerintah membuat kebijakan menaikkan harga LPG bahkan akan dibuat menjadi
harga pasar tanpa subsidi bagi LPG 3 kg.
Kebijakan pemerintah menaikkan harga TDL listrik, bahkan pemerintah berencana menghapus
subsidi bagi pemakai 900 VAt yang penggunanya adalah masyarakat yang kurang
mampu. Krisis yang dialami Yunani, devaluasi Yuan oleh China, Devaluasi Dong
oleh Vietnam kalau kita tidak berhati
hati memegang kebijakan akan merosokkan rakyatIndonesia dalam krisis baru yang
lebih rumit.
Masalah kemiskinan, pengangguran termasuk
PHK perlu menjadi perhatian khusus. Seharusnya 72 tahun merdeka negara
sudah bisa memberikan pendidikan dan kesehatan secara gratis di seluruh
Indonesia.
Margareth Teacher di
Ingris pernah melakukan privatisasi BUMN karena situasi di Inggris sudah “TINA
(There is No Alternative )” diantaranya British Telecom, British
Petroleum, British Airways, British Aerospace, British Steel, British Railway, sedangkan di Indonesia kita kaya sumber daya alam yang
bisa dikelola oleh negara untuk kemakmuran rakyatnya. Tidak perlu privatisasi
BUMN, neoliberalisme karena sumber daya
alam dapat dikelola negara secara 100 persen. Jangan sampai pertamina, PLN, dll
dijual ke asing.
Merkantilisme dan John Maynard Keynes.
Soekarno mengatakan Jas merah, jangan
sekali –kali melupakan sejarah. Kita masih ingat depresi besar tahun 1929-1933
dimana terjadi krisis malaise. Krisis
malaise adalahsuatu
keadaan di mana menurunnya tingkat suku bunga dan harga saham secara drastis
yang mengakibatkan timbulnya kekacauan ekonomi di seluruh dunia.
Depresi ekonomi 1929
merupakan depresi terparah sepanjang masa.
Depresi ekonomi ini bermula ketika pada 1925 dan 1927, The Fed menurunkan suku bunga untuk mendukung Bank Sentral Inggris (Bank of England) dalam menerapkan standar emas. Pada saat yang bersamaan, bursa efek sedang bergairah. Akibatnya, jutaan warga AS meminjam uang di bank dan kemudian menginvestasikannya di bursa saham. Saat itulah terjadi ledakan spekulatif yang menggiring terciptanya gelembung ekonomi.
Depresi ekonomi ini bermula ketika pada 1925 dan 1927, The Fed menurunkan suku bunga untuk mendukung Bank Sentral Inggris (Bank of England) dalam menerapkan standar emas. Pada saat yang bersamaan, bursa efek sedang bergairah. Akibatnya, jutaan warga AS meminjam uang di bank dan kemudian menginvestasikannya di bursa saham. Saat itulah terjadi ledakan spekulatif yang menggiring terciptanya gelembung ekonomi.
Harga-harga saham terus
meningkat dan mencapai puncaknya tanggal 3 September 1929. Namun, Kamis, 24
Oktober 1929, harga saham mulai jatuh. Peristiwa itu dikenal dengan sebutan
“Kamis Hitam”( Black Thursday).
Bulan Januari 2015 Indonesia mengalami
deflasi 0,24 % dan bulan Februari 0,36
%,Keynes pernah mengingatkan Deflasi akan mengurangi upah rill dan dan
menghalangi pertumbuhan ekonomi. Hal ini
terbukti ketika Indonesia tahun 1998 pertumbuhan ekonomi minus sekitar 13 %. Tahun
2015 ini lapangan kerja yang berkurang dan ada PHK sektor tekstil dan tambang
batu bara, kemiskinan meningkat, pemerataan pendapatan, krisis Yunani,
Devaluasi China dan Vietnam, masuknya pekerja asing.
Menurut Keynes ada beberapa prinsip
yang penting. Pertama,kenaikan
tabungan dapat menyusutkan pendapatan dan mengurangi disegi pertumbuhan
ekonomi. Konsumsi lebih penting ketimbang produksi untuk mendorong investasi. Penghematan
dapat menyebabkan lingkaran setan kemiskinan. Semakin hemat diri kita, semakin
kita tergantung pada tabungan semakin ortodoks cara pembiayaan pribadi dan
bangsa kita, akan semakin turun pendapatan kita.
Kedua, anggaran pemerintah
harus dijaga dalam keadaan tidak seimbang pada masa Resesi. Kebijakan moneter
dan fiskal harus ekspansif sampai kemakmuranpulih kembali dan suku bunga harus
dibuat tetap rendah.
Ketiga,pemerintah harus
meninggalkan kebijakan laissez faire dan mesti campur tangan dipasar jika
diperlukan. Menurut Keynes, pada masa susah akan diperlukan kebijakan
merkantilis, termasuk tindakan proteksionis.
Menurut Keynes tabungan adalah bentuk
pengeluaran yang tidak dapat diandalkan, ia hanya efektif jika diinvestasikan
dalam dunia usaha. Faktor kunci yang menyebabkan keruntuhan ekonomi adalah
pemisahan tabungan dan investasi. Jika tabungan tidak diinvestasikan
pengeluaran total dalam ekonomi akan turun dibawah full employment, jika simpanan berlebihan dibank akan menyebabkan
investasi dan output nasional melorot tajam.
Keynes menolak gagasan klasik yang menyatakan bahwa sistem kapitalis
akan melakukan penyesuaian sendiri dalam jangka panjang,karena menurut Keynes
dalam jangka panjang kita semua sudah mati.
Pemerintahan baru perlu menetapkan menteri-
menteri BUMN,ESDM dan keuangan yang benar-benar nasionalisme tinggi agar asset
negara tidak dijual. Hal ini cukup terjadi pada PT. Indosat, jangan sampai BUMN
yang menguasai hajat hidup orang banyak dimiliki asing, belajarlah dari
sejarah. Demikian juga menteri koordinator ekonomi haruslah orang yang
nasionalisme dan memiliki latar belakang ekonomi makro yang mampu memahami negara
masalah kemiskinan, lapangan kerja dan pembangunan untuk negara dunia ketiga. Subsidi
BBM, LPG,TDL sangat dibutuhkan, dana subsidi 200-300 Trilyun untuk semua rakyat
Indonesia sangat penting bagi kesejahteraan rakyatnya, jangan beralasan hanya
digunakan oleh kaum kaya, atau alasan yang lain termasuk dialihkan ke
infrastruktur. Infrastruktur tetap harus dijalankan tapi jangan mengorbankan dana subsidi BBM dan TDL
listrik. kita membutuhkan pemimpin yang berani menerapkan proteksi dan subsidi
bagi Indonesia.