![]() |
Detik-detik Pembacaan Teks Proklamasi Photo Karya Frans Mendur |
oleh Enang Cuhendi
Hari ini tepat 74 tahun yang lalu proklamasi kemerdekaan Indonesia dikumandangkan. Ir. Soekarno (Bung
Karno) dan Drs. Mochammad Hatta (Bung Hatta) tampil sebagai proklamator atas
nama Bangsa Indonesia. Pembacaan teks Proklamasi ini menjadi tonggak sejarah
bangsa Indonesia yang menandai beralihnya status bangsa Indonesia dari Status
terjajah menjadi bangsa merdeka. Pelaksanaan pembacaan teks Proklamasi
dilaksanakan di Jalan pegangsaan Timur nomor 56 Jakarta Pusat tepat pukul 11.30
waktu Nippon (sebutan untuk negara Jepang pada saat itu) Jumat,
17 Agustus 1945. Waktu Nippon adalah merupakan patokan zona waktu
yang dipakai pada zaman pemerintah pendudukan militer Jepang kala
itu.
“Proklamasi. Kami bangsa Indonesia dengan ini
menjatakan Kemerdekaan Indonesia. Hal-hal jang mengenai pemindahan kekoeasaan,
d.l.l diselenggarakan dengan tjara saksama dan dalam tempo jang
sesingkat-singkatnja.”
Itu adalah penggalan teks proklamasi yang dibacakan oleh Ir Soekarno. Dengan
suara kharismatiknya pembacaan teks proklamasi tersebut telah menjadi tonggak
sejarah bangsa Indonesia. Suara tersebut kerap diputar dalam beberapa acara dan
juga museum, salah satunya Museum Nasional.
Namun, apakah kita tahu bahwa tahu bahwa suara yang sering kita dengar
saat ini sesungguhnya bukan suara asli dari Ir. Soekarno saat
membacakan teks naskah Proklamasi pada 17 Agustus 1945?
Pada 17 Agustus 1945 nyatanya
tidak ada yang merekam suara atau video. Menurut keterangan pembacaan teks
proklamasi kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus 1945 ini memang tidak direkam
mengingat Indonesia saat itu sangat diawasi oleh Jepang. Ada juga yang
menyataan bahwa alasan tidak direkam ini karena ternyata terjadi sedikit
masalah, yakni mati lampu. Akibatnya suara dari naskah proklamasi yang
dibacakan oleh Bung Karno tak diabadikan. Pendapat lain menyebutkan teknologi
di Indonesia saat itu belum memungkinkan untuk mengambil video ataupun merekam
suara. Apapun alasannya, faktanya dokumentasi berupa audio dan video memang
tidak ada yang ada hanya berbentuk foto-foto saat detik-detik proklamasi.
Frans dan Alex Mendur |
Dokumentasi photo tersebut karya photografer Mendur bersaudara, yakni Frans
dan Alex Mendur. Ada sebuah catatan saat tentara Jepang ingin merampas negatif
foto yang mengabadikan proklamasi kemerdekaan, foto karya Alex Mendur sempat
dirampas tentara Jepang. Akan tetapi, karya Frans Mendur dapat terselamatkan. Saat
itu Frans Mendoer berbohong kepada tentara Jepang dengan mengatakan tak punya
foto negatif itu dan sudah diserahkan kepada Barisan Pelopor. Padahal, negatif
film itu ditanam di bawah sebuah pohon di halaman kantor harian Asia
Raja.
Joesoep Ronodipoero |
Perihal rekaman suara sebagaimana sering kita dengar sampai sekarang baru pada satu dasa warsa kemudian didapat. Saat dilakukan take ulang atau perekaman suara ulang pembacaan teks proklamasi
kemerdekaan Indonesia. Adalah Joesoep Ronodipoero seorang pendiri RRI (Radio
Republik Indonesia) yang berperan besar dalam perekaman ulang. Joesoep Ronodipoero meminta Presiden Soekarno untuk bersedia kembali merekam pembacaan teks
proklamasi kemerdekaan. Namun, niat itu sempat ditentang dengan nada tinggi
oleh Sukarno yang menganggap pembacaan teks proklamasi hanya berlaku satu kali.
Setelah dibujuk beberapa kali akhirnya pada 1951, Presiden Soekarno bersedia
untuk membacakan kembali teks proklamasi kemerdekaan. Pengambilan rekaman
tersebut dilakukan di studio Radio Republik Indonesia (RRI) yang sekarang
bertempat di Jalan Medan Merdeka Barat 4-5 Jakarta Pusat. Hasil rekaman
kemudian dikirimkan ke perusahaan piringan hitam Lokananta pada 1959 dan abadi
sampai saat ini.
Sungguh upaya yang sangat mulia dari seorang Joesoep Ronodipoero. Bisa kita bayangan seandainya tidak ada perekaman (take) ulang, pembacan teks proklamasi dengan suara asli Ir. Soekarno tidak akan diketahui oleh generasi selanjutnya dan bangsa Indonesia kehilangan satu momen sejarah yang sangat berarti.