a. Teori-teori motivasi
Teori-teori motivasi kerja banyak lahir dari pendekatan–
pendekatan yang berbeda–beda, hal itu terjadi karena yang dipelajari adalah
perilaku manusia yang kompleks. Jadi teori–teori ini perlu bagi organisasi
dalam memahami karyawan (guru) dan mengarahkan karyawannya (guru) untuk
melakukan sesuatu.
1)
Teori motivasi dua faktor atau teori iklim sehat
oleh Herzberg.
Herzberg berpendapat bahwa ada dua faktor ekstrinsik dan
instrinsik yang mempengaruhi seseorang bekerja. Termasuk dalam faktor
ekstrinsik (hygienes) adalah hubungan
interpersonal antara atasan dengan bawahan, teknik supervisi, kebijakan
administratif, kondisi kerja dan kehidupan pribadi. Sedangkan faktor instrinsik
(motivator) adalah faktor yang
kehadirannya dapat menimbulkan kepuasaan kerja dan meningkatkan prestasi atau
hasil kerja individu. Menurut Siswanto (1990:137), menyatakan bahwa “motivasi
seseorang akan ditentukan motivatornya, yang meliputi: prestasi (Achievement), penghargaan (Recognition), tantangan (Challenge), tanggungjawab (Responsibility), pengembangan (Development), keterlibatan (Involvement), dan kesempatan (Opportunity”).
Dalam teori motivasi Herzberg, faktor-faktor motivator
meliputi: prestasi, pengakuan, tanggungjawab, kemajuan, pekerjaan itu sendiri
dan kemungkinan berkembang.
- Prestasi (achievment) adalah kebutuhan untuk memperoleh prestasi di bidang pekerjaan yang ditangani. Seseorang yang memiliki keinginan berprestasi sebagai kebutuhan “need” dapat mendorongnya mencapai sasaran.
- Pengakuan (recoqnition) adalah kebutuhan untuk memperoleh pengakuan dari pimpinan atas hasil karya/hasil kerja yang telah dicapai.
- Tanggung jawab (responbility) adalah kebutuhan untuk memperoleh tanggungjawab dibidang pekerjaan yang ditangani.
- Kemajuan (advencement) adalah kebutuhan untuk memperoleh peningkatan karier (jabatan).
- Pekerjaan itu sendiri (the work it self) adalah kebutuhan untuk dapat menangani pekerjaan secara aktif sesuai minat dan bakat.
- Kemungkinan berkembang (the possibility of growth) adalah kebutuhan untuk memperoleh peningkatan karier
2)
Teori motivasi prestasi kerja David Mc Clelland.
Teori ini berpendapat bahwa “karyawan mempunyai cadangan
energi potensial, bagaimana energi ini dilepaskan dan digunakan tergantung pada
kekuatan dorongan yaitu : (a). Kekuatan motif dan kekuatan dasar yang terlibat;
(b). Harapan dan keberhasilannya; dan (c). Nilai insentif yang terletak pada tujuan”.
Menurut Mc Clelland kebutuhan manusia yang dapat memotivasi
gairah kerja dikelompokkan menjadi tiga yaitu:
- Kebutuhan akan prestasi, karyawan akan antusias untuk berprestasi tinggi, asalkan kemungkinan untuk hal itu diberi kesempatan, seseorang menyadari bahwa dengan hanya mencapai prestasi kerja yang tinggi akan dapat memperoleh pendapatan yang besar, dengan pendapatan yang besar ia dapat memenuhi kebutuhan– kebutuhannya.
- Kebutuhan akan afiliasi seseorang karena kebutuhan afiliasi akan memotivasi dan mengembangkan diri serta memanfaatkan semua energinya.
- Kebutuhan akan kekuasaan, kebutuhan ini merupakan daya penggerak yang memotivasi semangat kerja seorang karyawan. Ego manusia yang ingin berkuasa lebih dari manusia lainnya akan menimbulkan persaingan, persaingan ini oleh manajer ditumbuhkan secara sehat dalam memotivasi bawahannya supaya termotivasi untuk bekerja giat.
Pada teori yang dicapai dari Mc. Clelland, gaji/upah,
penting sebagai suatu sumber umpan balik kinerja untuk kelompok karyawan yang
berprestasi tinggi (High Achivers) ia
dapat bersifat atraktif bagi orang-orang yang memiliki kebutuhan tinggi akan
afiliasi, apabila hal tersebut diberikan sebagai bonus kelompok, dan ia sangat
dinilai tinggi oleh orang-orang yang memiliki kebutuhan tinggi akan kekuasaan,
sebagai alat untuk membeli prestise atau mengendalikan pihak lain (Winardi,
2001:156).
Selanjutnya Anwar Prabu Mangkunegara (2005:63), menguraikan
teori-teori motivasi dari para ahli manajemen sebagai berikut :
1.
Teori Kebutuhan.
Kebutuhan dapat didefenisikan sebagai suatu kesenjangan
atau pertentangan yang dialami antara suatu kenyataan dengan dorongan yang ada
dalam diri. Karyawan yang tidak memenuhi kebutuhannya akan menunjukkan perilaku
kecewa, sebaliknya jika kebutuhan karyawan terpenuhi maka karyawan tersebut
akan memperlihatkan perilaku yang gembira sebagai manifestasi dari rasa
puasnya. Keutuhan merupakan fundamen yang mendasari perilaku karyawan. Seorang
pimpinan di perusahaan tidak akan memahami perilaku karyawannya tanpa mengerti
kebutuhannya. Menurut Abraham Maslow,
mengemukakan bahwa hierarki kebutuhan manusia adalah sebagai berikut :
Kebutuhan
Fisiologis, yaitu kebutuhan untuk makan, minum, perlindungan fisik
bernafas dan seksual. Kebutuhan ini merupakan kebutuhan tingkat rendah atau
disebut pula kebutuhan yang paling dasar.
Kebutuhan
Rasa Aman, yaitu kebutuhan akan perlindungan dari ancaman,
bahaya, pertentangan, dan lingkungan hidup.
Kebutuhan
Rasa Memiliki (Sosial), yaitu kebutuhan untuk diterima oleh
kelompok, berafiliasi, berinteraksi, dan kebutuhan untuk mencintai dan di cintai.
Kebutuhan
Harga Diri, yaitu kebutuhan untuk dihormati dan dihargai oleh
orang lain.
Kebutuhan
untuk Mengaktualisasikan Diri, yaitu kebutuhan untuk menggunakan
kemampuan, skill dan potensi. Kebutuhan untuk berpendapat dengan mengemukakan
ide-ide memberi penilaian dan kritik terhadap
sesuatu.
2.
Teori ERG (Existence, Relatedness,
Growth) dari Clayton Alderfer. Teori ERG merupakan refleksi dari nama tiga
dasar kebutuhan, yaitu:
a.
Existence
Needs. Kebutuhan ini berhubungan dengan fisik dari eksistensi
karyawan, seperti makan, minum, pakaian, bernapas, gaji, keamanan kondisi kerja
dan tunjangan.
b.
Relatednes
Needs. Kebutuhan interpersonal, yaitu kepuasan dalam
berinteraksi dalam lingkungan kerja.
c. Growth
Needs. Kebutuhan mengembangkan dan meningkatkan pribadi. Hal
ini berhubungan dengan kemampuan dan kecakapan karyawan.
Daftar kebutuhan dari Cllayton Alderfer tidak selengkap
kebutuhan menurut Abraham Maslow, yang dapat digambarkan sebagai berikut :
a. Teori
ERG kurang menekankan pada susunan hierarki. Karyawan dapat memuaskan lebih
dari satu kebutuhan dalam waktu yang bersamaan. Kepuasan terhadap suatu
kebutuhan dapat menggambarkan peningkatan kepada kebutuhan yang lebih tinggi.
b. Perubahan
orientasi merupakan kegagalan dari kebutuhan yang lebih tinggi dapat
menunjukkan regresi dengan penambahan pada tingkat kebutuhan yang lebih rendah.
3. Teori Insting
Teori motivasi insting muncul berdasarkan teori evolusi
Charles Darwin. Darwin berpendapat bahwa tindakan yang cerdas merupakan
refleksi dari instingtif yang diwariskan. Oleh karenanya itu semua tingkah laku
dapat direncanakan sebelumnya dan dikontrol oleh pikiran. Selanjutnya Willam
James, Sigmund Freud dan McDougall mengembangkan teori insting dari Darwin dan
menjadikan insting sebagai konsep yang penting dalam psikologi. Teori Freud
menempatkan motivasi pada insting agresif dan seksual. McDougall menyusun
daftar insting yang berhubungan dengan semua tingkah laku :
terbang, rasa jijik, rasa ingin tahu, kesukaan berkelahi, rasa rendah diri,
menyatakan diri, kelahiran, reproduksi, lapar, kelompok, ketamakan, dan membangun.
4.
Teori Drive
Konsep drive menjadi konsep yang tersohor dalam bidang
motivasi tahun 1918. Woodworth menggunakan konsep tersebut sebagai energy yang
mendorong organisasi untuk melakukan suatu tindakan. Kata drive dijelaskan
sebagai aspek motivasi dari tubu yang tidak seimbang. Motivasi didefinisikan
sebagai suatu dorongan yang membangkitkan untuk keluar dari ketidakseimbangan
atau tekanan.
Clark L. Hull berpendapat bahwa belajar terjadi sebagai
akibat dari reinforcement. Asumsinya
adalah bahwa semua hadiah (reward) pada
akhirnya didasarkan atas reduksi dan drive
keseimbangan (homeostatic drives). Teori
Hull dirumuskan secara matematis yang merupakan hubungan antara driver dan habit strength. Habit strength adalah hasil dari faktor-faktor reinforcement
sebelumnya. Drive adalah jumlah
keseluruhan ketidakseimbangan fisiologis yang disebabkan oleh kehilangan atau
kekurangan kebutuhan komoditas untuk kelangsungan hidup. Perumusan teori Hull
tersebut dapat disimpulkan bahwa motivasi seorang karyawan sangat ditentukan
oleh kebutuhan dalam dirinya (drive) dan
factor kebiasaan (habit) pengalaman
belajar sebelumnya.
5. Teori Lapangan
Teori lapangan merupakan konsep dari Kurt Levin. Teori ini
merupakan pendekatan kognitif untuk mempelajari perilaku dan motivasi. Teori
lapangan lebih menfokuskan pada pikiran nyata seorang karyawan ketimbang pada
insting atau habit. Kurt Levin berpendapat bahwa perilaku merupakan suatu
fungsi dari lapangan pada momen waktu. Kurt Levin juga percaya pada pendapat
para ahli psikologi Gestalt yang mengemukakan bahwa perilaku itu merupakan
fungsi dari seorang karyawan dengan lingkungannya.
Bersambung