Rizki Mega Saputra, S.Pd
Pengajar SMPN Satu Atap Nyogan
Sejak Pandemi ini melanda dunia, semua negara sudah kewalahan mengadapinya sedangkan virus ini terus berkembang dan entah sampai kapan berakhirnya. Berkembangnya virus Corona ini ternyata tidak hanya berdampak di bidang kesehatan saja namun juga pada bidang lainnya termasuk ekonomi, pendidikan dan lainnya. Terkhusus bidang pendidikan adanya virus Corona ini pemerintah Indonesia mengeluarkan aturan bahwa proses pendidikan dan pembelajaran pada setiap tingkat satuan pendidikan dilaksanakan dirumah yang biasa di sebut dengan Belajar dirumah (BDR).
Pelaksanaan proses pembelajaran
yang seharusnya dilaksanakan di sekolah dengan sangat terpaksa harus dirumah,
berbagai permasalah datang ketika pembelajaran hanya dilakukan dari rumah.
Peran orang tua dalam mengasuh dan mendampingi peserta didik belajar dirumah
bukan perkara mudah. Orang tua peserta didik tidak semua mampu untuk
mengajarkan atau bahkan menggantikan peran seorang guru dari semua mata
pelajaran yang ada didalam kurikulum yang diterapkan sekolah.
Kurikulum yang diterapkan selama
bebarapa bulan ini masih menggunakan yang kurikulum tatap muka, sehingga
memberatkan dan membingungkan para pendidik juga peserta didik karena ada
bebarapa target dan capaian yang harus dipenuhi untuk mengisi standar penilaian
peserta didik.
Kita perlu memahami bawah perkembangan
anak di tiap tahapnya akan terus berbeda. Kondisi ini kerap membawa tantangan
tersendiri bagi orangtua yang membuat mereka kebingungan dan memilih menghukum
anak saat bersikap kurang tepat. Banyak kasus sudah terjadi dengan cara orang
tua yang mengajarkan peserta didik dengan cara yang kasar. Sebagai contoh kasus
yang penulis kutip dari surat kabar online sebagai berikut “kekerasan pada anak
di rumah, merupakan bentuk kegagalan orang tua dalam mengekspresikan cintanya.
Hal tersebut terjadi lantaran orang tua belum mampu mengelola emosi dengan
baik. Banyak perilaku kekerasan muncul bukan karena anaknya nakal, tetapi
karena kegagalan orang tua mengekspresikan cintanya,” kata Pendiri Keluarga
Kita, Najelaa Shihab.
Menurut Najella, buruknya orang
tua dalam mengelola emosional, justru akan berujung kepada lingkaran kekerasan.
Bahkan, tingkatan kekerasannya bisa semakin meningkat (https://www.radarcirebon.com/2020/07/26/di-rumah-saja-anak-jadi-korban-kekerasan/)
Orang tua merupakan tempat dimana
anak memperoleh pendidikan. Keluarga
juga mempunyai arti penting dalam kehidupan manusia, terbentuknya keluarga
untuk memperoleh kepentingan yang sama (Triyo Suprayitno, 2010:117). Orang tua
sebagai pendidik utama dan pertama bagi anak memiliki peranan untuk dapat
memberikan pendidikan awal sebagai bekal pengalaman untuk anak-anak mereka.
Peranan orang tua sangat penting bagi pendidikan anak-anak karena orang tua
memberikan pengaruh yang di signifikan terhadap prilaku anak sebab seorang anak
akan meniru sikap dan perilaku ayah dan ibunya. Lalu bagaimana dengan peserta
didik yang kebetulan orang tua bekerja diluar rumah dan tidak bisa mendampingi
secara penuh atau dengan peran hanya salah satu orang tua saja yang mendampingi
sedangkan peran orang tua dalam hal proses belajar melibatkan kedua orangnya
yang menjadikan motivasi untuk belajar.
Pola asuh orang tua dalam pembelajaran
dirumah juga menjadi hal penting untuk menjaga agar peserta didik tetap dalam
kondisi motivasi dan psikologi yang baik.
Cara Pola Asuh
Kata pola asuh berasal dari dua
kata yaitu pola dan asuh. Pola dapat diartikan sebagai corak tenun, corak
batik, potongan kertas yang dipakai mal untuk memotong bakal baju (Fajri,
2000:662). Sedangkan asuh berarti memelihara dan mendidik anak kecil (Fajri,
2000:89). Secara umum pola asuh dapat diartikan sebagai corak atau model
memelihara dan mendidik anak.
Keluarga sebagai sebuah lembaga
pendidikan yang pertama dan utama. Keluarga diharapkan senantiasa berusaha
menyediakan kebutuhan, baik biologis maupun psikologis bagi anak, serta merawat
dan mendidiknya. Keluarga diharapkan mampu menghasilkan anak-anak yang dapat tumbuh
menjadi pribadi, serta mampu hidup di tengah-tengah masyarakat. Sekaligus dapat
menerima dan mewarisi nilai-nilai kehidupan dan kebudayaan.
Menurut Selo Soemarjan, keluarga
adalah sebagai kelompok inti, sebab keluarga adalah masyarakat pendidikan pertama
dan bersifat alamiah. Dalam keluarga, anak dipersiapkan untuk menjalani
tingkatan-tingkatan perkembangannya sebagai bekal ketika memasuki dunia orang
dewasa, bahasa, adat istiadat dan seluruh isi kebudayaan, seharusnya menjadi
tugas yang dikerjakan keluarga dan masyarakat di dalam mempertahankan kehidupan
oleh keluarga. (Selo Soemarjan, Sosiologi Suatu Pengantar. Yogyakarta: Gajah
Mada Press, 1962), hlm. 127.)
Peran keluarga dalam hal ini
sangatlah penting, yakni menciptakan suasana dalam keluarga proses pendidikan
yang berkelanjutan (continues progress) guna melahirkan generasi penerus
(keturunan) yang cerdas dan berakhlak (berbudi pekerti yang baik). Baik di mata
orang tua, dan masyarakat. Fondasi dan dasar-dasar yang kuat adalah awal
pendidikan dalam keluarga, dasar kokoh dalam menapaki kehidupan yang lebih
berat, dan luas bagi perjalanan anak-anak manusia berikutnya.
Keluarga sebagai sebuah lembaga
pendidikan yang pertama dan utama. Keluarga diharapkan senantiasa berusaha
menyediakan kebutuhan, baik biologis maupun psikologis bagi anak, serta merawat
dan mendidiknya. Keluarga diharapkan mampu menghasilkan anak-anak yang dapat
tumbuh menjadi pribadi, serta mampu hidup di tengah-tengah masyarakat.
Sekaligus dapat menerima dan mewarisi nilai-nilai kehidupan dan kebudayaan.
Beberapa hal yang perlu dilakukan
orang tua dalam membimbing peserta didik belajar dirumah, yaitu:
1.
Memberikan contoh
Memberikan contoh
merupakan hal yang sederhana namun terkadang sebagai orang tua tidak menyadari
bahwa seorang anak akan meniru apa saja yang kita lakukan. Berikan contoh bawah
kita sebagai orang tua mau untuk mengajari mampu untuk memotivasi bahwa belajar
dirumah itu menyenangkan. Tujuannya agar anak tetap berada dirumah untuk menjaga
kesehatan terutama pada saat pandemi seperti ini.
2.
Pahami Karakter Anak
Mengapa orang
tua paham dengan karakter anak? Karena dengan kita memaksakan kehendak maka
anak akan merasa tertekan yang pada akhirnya terjadi kejenuhan dan stres yang
berlanjut apalagi banyaknya mata pelajaran yang harus diselesaikan.
Pahami gaya
belajar anak seperti anak suka dengan musik bisa kita putarkan musik yang
menyenangkan agar tidak merasa psikologi anak terancam kemudian ajak bicara dan
berdikusi akan membangkitkan anak untuk menyampaikan pendapat dan berani
bertanya.
3.
Anggap anak adalah seorang teman
Orang tua juga
terkadang harus memposisikan diri sebagai teman mereka. Memposisikan sebagai
teman bukan berarti kita mengajari anak untuk tidak hormat melaikan tidak
adanya benar salah terhadap anak. Ada anggapan bahwa orang tua itu selalu benar
dan yang paling muda yaitu anak harus nurut dan dipaksa ikut aturan orang tua. Memerdekaan
anak bukan harus seperti itu, akan tetapi anak akan merasa nyaman bahwa orang
tua juga bisa sebagai teman bicara. Belajar dirumah saat ini orang tua juga
harus bisa seperti ini karena seorang anak akan butuh teman-temannya dalam
motivasi belajar.
4.
Kuasai Diri
Selain
mengakomodasi aspirasi anak, orang tua juga perlu melakukan introspeksi diri.
Ketika sedang mengalami mood yang tidak stabil, orang tua disarankan untuk
menyelesaikan masalah terlebih dahulu sebelum berhadapan dengan anak.
5.
Orang tau kompak atau sepemahaman
Selain itu,
orang tua juga harus bersepakat dan kompak dalam mengasuh anak selama pandemi. Meskipun
sikap dari suami istri memang berbeda, akan tetapi dalam pengasuhan anak mereka
harus satu kata.
Diskusi antara ibu
dan ayah, jangan sampai anak bingung, ayahnya permisif namun ibunya otoriter.
Cara pengasuhan ini mendorong
proses perkembangan anak dan memahami serta mendorong keunikan individu,
berdasarkan interaksi, relasi dan koneksi antara anak dengan orangtua. Cara
pengasuhan ini dapat membantu mengoptimalkan perkembangan anak, serta mencegah
stres dan meningkatkan hubungan anak dan orangtua.
Masyarakat kita secara luas tidak
jarang ditemukan orang tua dalam melakukan pendampingan pola asuh pada anak
masih dilakukan dengan cara keras, membentak, memaksa dan bahkan sampai memukul
jika anaknya tidak mau menuruti kemauan orang tuanya dalam hal belajar hingga
anaknya menangis. Jika tekanan-tekanan yang demikian ini setiap hari dilakukan
orang tua walaupun tujuannya baik yakni supaya anaknya pintar tapi dengan
pendekatan yang kurang tepat, sama halnya setiap hari yang disaksikan anak
adalah seperti monster –monster pendidikan yang selalu menakutkan.
Terlebih anggapan kita bahwa anak
pintar itu harus masuk jurusan kategori sains atau IPA sehingga anak-anak yang kempuan
tidak masuk ketegori tersebut dianggap bodoh.
Saat pandemi ini suasana keluarga
yang hangat dan memiliki relasi serta pondasi hubungan yang sehat akan
mendukung perkembangan dan pertumbuhan anak hingga anak dewasa nantinya.
Beberapa point tentang pola asuh
orang tua terhadap anak memang seharusnya sudah kita miliki sebagai orang tua,
tujuannya seorang anak akan merasa bahaga berada dikehidupan orang tuanya.